Kamis, 14 Januari 2016

Difraksi

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Interferensi
Interferensi cahaya merupakan interaksi dua atau lebih gelombang cahaya yang menghasilkan suatu radiasi yang menyimpang dari jumlah masing-masing komponen radiasi gelombangnya. Atau dapat dikatakan sebagai perpaduan dari dua gelombang cahaya yang datang bersama di suatu tempat.  Interferensi cahaya menghasilkan suatu pola interferensi (terang-gelap).[1]
Interferensi (interference) mengacu pada setiap situasi dimana dua atau lebih gelombang tumpang tindih dalam ruang. Bila ini terjadi, gelombang total di sembarang titik pada sembarang saat ditentukan oleh prinsip superposisi (principle of superposition).[2] Prinsip superposisi menyatakan bahwa pemindahan resultan pada setiap titik dan setiap saat, dapat diperoleh dengan menambah waktu pemindahan yang akan dihasilkan oleh masing – masing rentetan gelombang yang dititik itu.[3]
Kasus inteferensi yang penting, dimana dua gelombang yang identik yang merambat pada arah – arah berlawanan bergabung untuk menghasilkan sebuah gelombang berdiri. Gelombang cahaya dapat (dan memang) berjalan dalam dua atau tiga dimensi, seperti yang dapat dilakukan oleh sebarang macam gelombang yang merambat dalam sebuah medium berdimensi dua atau berdimensi tiga.
Efek interferensi paling mudah dilihat bila kita menggabungkan gelombang – gelombang sinusoidal dengan frekuensi tunggal f dan panjang gelombang λ. Dalam optika, gelombang sinusoidal adalah karakteristik dari cahaya monokromatik (cahaya tunggal).[4]

B.     Syarat – syarat interferensi
1.      Perbedaan dan Kehoresi fase
Apabila dua gelombang harmonik yang berfrekuensi dan panjang gelombang sama tetapi berbeda fase bergabung, gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang harmonik yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan fase 0 atau bilangan bulat kelipatan 360°, gelombang akan sefase dan berinterferensi secara saling menguatkan. Amplitudonya sama dengan penjumlahan amplitudo masing-masing, dan intensitasnya (yang sebanding dengan kuadrat amplitudo) akan maksimum.
 Jika perbedaan fasenya 180° (π radian) atau bilangan ganjil kali 180°, gelombangnya akan berbeda fase dan berinterferensi secara saling melemahkan. Amplitudo yang dihasilkan dengan demikian merupakan perbedaan amplitudo masing-masing, dan intesitasnya menjadi minimum. Jika amplitudonya sama, intensitas maksimum sama dengan 4 kali intensitas sumbernya dan intensitas minimum sama dengan nol.
Perbedaan fase antara dua gelombang sering disebabkan oleh perbedaan panjang lintasan yang ditempuh oleh kedua gelombang. Perbedaan lintasan satu panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 360°, yang ekuivalen dengan tidak ada perbedaan fase sama sekali. Perbedaan lintasan setengah panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 180°. Umumnya, perbedaan lintasan yang sama dengan ∆r menyumbang suatu perbedaan fase δ yang diberikan oleh:
δ = ∆r 2 π / λ = ∆r 360°/λ…..(1)
Interferensi gelombang dari dua sumber tidak teramati kecuali sumbernya koheren, yakni kecuali perbedaan fase diantara gelombang konstan terhadap waktu. Karena berkas cahaya pada umumnya adalah hasil dari jutaan atom yang memancar secara bebas, dua sumber cahaya bisanya tidak koheren. Memang, perbedaan fase antara gelombamg dari sumber demikian berfluktuasi secara acak beberapa kali perdetik. Koherensi dalam optik sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dia berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi.[5]
Analisa penurunan persamaan



menunjukkan bahwa persyaratan dasar adanya garis-garis interferensi yang pasti pada layar C dalam gambar 2.1, 6 adalah bahwa gelombang cahaya yang merambat dari  dan  ke sembarangan titik P pada layar haruslah memiliki beda-fase ϕ yang jelas dan tetap konstan terhadap waktu. Jika syarat ini dipenuhi, maka akan diperoleh pola garis interferensi yang baik dan stabil. Pada titik-titik P tertentu, ϕ dapat memiliki harga  dengan n=1,3,5 ..., yang tidak bergantung kepada waktu, sehingga intensitas resultan akan tepat sama dengan nol dan akan tetap demikian sepanjang waktu pengamatan. Pada titik-titik yang lain, ϕ dapat memiliki harga  dengan n=0,2,4... dan intensitas resultan akan maksimum. Dalam keadaan-keadaan ini kedua berkas yang keluar dari celah dan disebut dalam keadaan koheren sepenuhnya.

Gambar 2.1
Gambar 2.1 Sinar dari S1 dan S2 bergabung di P. Muka gelombang cahaya yang jatuh pada layar B dianggap sejajar. Sesungguhnya, D ˃˃ d, pada gambar keadaan ini diubah supaya lebih jelas. Titik tengah celah dinyatakan dengan a.
Misalkan sumber dalam Gambar 2.1 disingkirkan dan celah  dan  digantikan dengan dua buah sumber cahaya yang satu denganlainnya tidak berhubungan sama sekali, misalnya dengan dua kawat pijar kecil yang diletakkan berdampingan dan diselubungin oleh tabung kaca. Tidak ada garis-garis interferensi yang muncul pada layar C, yang tampak hanyalah terang yang hampir merata. Hal ini dapat dijelaskan bila dianggap bahwa untuk dua sumber cahaya yang sama sekali tidak berhubungan, beda fase dari kedua berkas yang tiba di P akan berubah-ubah terhadap waktu secara acak. Pada suatu saat berikutnya (barangkali 10-8 detik kemudian) dapat terjadi penguatan. Sifat beda fase yang berubah-ubah secara acak ini terjadi pada setiap titik pada layar C, sehinggahasil yang nampak adalah terang yang merata pada layar. Intensitas pada setiap titik sama dengan jumlah intensitas yang diberikan oleh jumlah  dan  pada titik tersebut secara terpisah. Dalam keadaan ini kedua berkas yang keluar dari dan dikatakan bersifat inkoheren (tidak koheren) sepenuhnya.
Intensitas untuk berkas-berkas cahaya koheren dapat diperoleh dengan (1) menjumlahkan ampitudo masing-masing gelombang secara vektor dengan memperhitungkan beda fase (konstan) didalamnya, dan kemudian (2) menguadratkan amplitudo resultannya; hasil ini sebanding dengan intensitas resultan. Sebaliknya, unntuk berkas-berkas yang sama sekali koheren, (1) masing-masing amplitudo dikuadratkan dahulu dan diperoleh besaran yang sebanding dengan intensitas masing-masing berkas, baru kemudian (2) intensitas masing-masing berkas dijumlahkan untuk memperoleh intensitas resultan.[6]

C.    Interferensi konstruktif dan destruktif
Dua sumber identik dari gelombang monokromatik S1 dan S2, diperlihatkan dalam gambar 3.1a.

Gambar 3.1
Kedua sumber itu menghasilkan gelombang – gelombang yang amplitudonya sama dan panjang gelombang λ yang sama. Tambahan lagi, kedua sumber itu sefasa secara permanen, kedua sumber itu bergerak serentak. Kedua sumber dapat berupa dua pengaduk yang disinkronkan dalam sebuah tangki rekasi, dan pengeras suara yang dijalankan oleh penguat sama, dua antena radio yang diperkuat oleh pemancar yang sama, atau dua lubang atau celah kecil dalam sebuah layar yang tak tembus cahaya, yang disinari oleh sumber cahaya monokromatik yang sama.
Dua seumber monokromatik yang frekuensinya sama dan dengan sebarang hubungan fasa konstan yang tertentu, (tidak perlu sefasa) dikatakan koheren. Umumnya, bila gelombang dari dua atau lebih sumber tiba sefase disebuah titik, maka amplitude gelombang resultan adalah jumlah dari amplitude gelombang – gelombang individu. Gelombang – gelombang individu itu saling memperkuat. Ini dinamakan interferensi konstruktif (gambar 3.1b).
Misalnya jarak dari S1 ke sebarang titik P adalah r1, dan misalnya jarak dari S2 ke P adalah r2. Supaya interferensi konstruktif terjadi di P,  selisih lintasan r2 – r1, untuk kedua sumber itu harus merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang λ.
r2 – r1 = mλ (m = 0,+ 1, + 2, + 3……)…(4)
(interferensi konstruktif, dua celah)
Dalam gambar 3.1a, titik a dan titik b memenuhi persamaan (4) berturut – turut dengan m = 0 dan m n= +2. Sesuatu yang berlainan terjadi di titik c dalam gambar 3.1a. Di titik ini, selisih lintasan r2 – r1 = -2,5λ, yang merupakan bilangan setengah bulat dari panjang gelombang. Gelombang – gelombang dari kedua sumber itu tiba di titik c persis berbeda fasa sebanyak setengah siklus. Sebuah puncak dari satu gelombang tiba pada waktu yang sama seeperti sebuah puncak dalam arah berlawanan (sebuah “lembah”) dari gelombang lainnya (gambar 3.1c). Amplitude resultan itu adalah selisih diantara kedua amplitude individu tersebut. Jika amplituod – amplitude individu itu sama, maka amplitude total ini adalah nol. Keadaan saling meniadakan atau saling meniadakan parsial dari gelombang – gelombang individu itu dinamakan interferensi deskruktif.
Syarat untuk interferensi destruktif dalam situasi seperti yang diperlihatkan dalam gambar 3.1a adalah
r2 – r1 = = (m + ½)λ  (m = 0, + 1, + 2, +3……) (5)
 (interferensi destruktif, sumber – sumber sefasa)
Selisih lintasan di titik c pada gambar 3.1a memenuhi persamaan (5) dengan m = -3. Gambar 3.2 memperlihatkan situasi yang sama seperti gambar 3.1a, tetapi dengan kurva berwarna merah yang menyatakan semua titik pada mana terjadi interferensi konstruktif. Pada setiap kurva, selisih lintasan r2 – r1 sama dengan bilangan bulat m kali panjang gelombang. Kurva – kurva ini dinamakan kurva – kurva titik perut. Kurva – kurva ini secara langsung dianalogikan dari titik – titik perut dalam gelombang berdiri. Dalam sebuah gelombang berdiri yang dibentuk oleh interferensi antara gelombang – gelombang yang merambat dalam arah – arah yang berlawanan, titik – titik perut dimana amplitudonya itu maksimum’ serupa halnya, amplitudo gelombang dalam situasi dari gambar 3.2 adalah maksimum sepanjang kurva titik perut.

Gambar 3.2
Yang tidak diperlihatkan dalam gambar 3.2 adalah kurva – kurva titik simpul, yang merupakan kurva – kurva yang menyatakan titik – titik pada mana terjadi interferensi desktruktif. Kurva – kurva ini dianalogikan dari titik – titik simpul dalam sebuah pola gelombang berdiri. Sebuah kurva titik simpul terletak di antara setiap dua kurva titik perut yang berdekatan dalam gambar 3.2 satu kurva seperti itu, yang bersesuaian dengan r2 – r1 = -2,5λ, lewat melalui titik c. Dalam beberapa kasus, seperti dua pengeras suara atau dua antenna pemancar radio, pola interferensi itu berdimensi tiga.[7]

D.    Fenomena Interferensi
1.      Interferensi Celah Ganda
Pola interferensi yang dihasilkan oleh dua sumber gelombang air koheren yang panjang gelombangnya sama dengan mudah dapat dilihat dalam sebuah tangki reaksi dengan sebuah lapisan air dangkal. Pola ini tidak tampak secara langsung bila inteferensi terjadi di antara gelombang – gelombang cahaya, karena cahaya yang berjalan dalam sebuah medium homogen tidak dapat dilihat.
Salah satu eksperimen kuantitatif yang paling awal yaitu untuk mengungkapkan interferensi cahaya dari dua sumber dilakukan pada tahun 1800 oleh ilmuwan Inggris Thomas Young.
Gambar 4.1
 (Gambar 4.1) Sebuah sumber cahaya (yang tidak diperlihatkan) memancarkan cahaya monokromatik, akan tetapi, cahaya ini tidak sesuai untuk digunakan dalam sebuah eksperimen interferensi karena pancaran dari bagian – bagian yang berbeda dari sebuah sumber biasa tidak disinkronkan. Untuk mengatasi hal ini, cahaya itu diarahkan pada sebuah layar dengan sebuah celah sempit S0, yang lebarnya kurang lebih 1 μm. Cahaya yang muncul keluar dari celah itu hanya berasal dari sebuah daerah kecil dari sumber cahaya tersebut, jadi celah S0 berperilaku lebih mirip sumber ideal yang diperlihatkan dalam gambar.
Cahaya dari celah S0 jatuh pada sebuah layar dengan dua buah celah sempit lain s1 dan s2, yang lebarnya masing – masing kurang dari 1 μm dan beberapa puluh atau berapa ratus micrometer terpisah satu sama lain. Muka – muka gelombang silinder menyebar keluar dari celah S0 dan mencapai celah S1 dan celah S2 dalam keadaan sefasa karena muka – muka gelombang itu menempuh jarak yang sama dari So. Gelombang yang muncul keluar dari celah S1 dan celah S2 adalah sumber – sumber koheren. Interferensi gelombang – gelombang dari S1 dan S2 menghasilkan sebuah pola dalam ruang yang menyerupai pola kanan dari sumber.
Untuk melihat pola interferensi itu, sebuah layar ditempatkan sedemikian rupa sehingga cahaya dari S1 dan S2 jatuh padanya (4.1b). Layar itu akan disinari paling terang di titik P, dimana gelombang cahaya dari celah – celah itu berinterferensi destruktif.
Untuk menyederhanakan analisis eksperimen Young, kita menganggap bahwa jarak R dari celah – celah ke layar itu begitu besar dibandingkan dengan jarak d diantara celah – celah sehingga garis – garis dari S1 dan S2 ke P sangat hampir parallel, seperti dalam gambar 4.1c. Inilah kasus umum untuk eksperimen dengan cahaya, pemisahan celah itu yang umum beberapa millimeter, sedangkan layar itu dapat berada sejauh satu meter atau lebih. Maka selisih panjang lintasan itu diberikan oleh
r2 – r1 = d sin θ…(6)
dimana θ adalah sudut diantara sebuah garis dari celah – celah ke layar dan garis normal ke bidang celah – celah itu (yang diperlihatkan sebagai sebuah garis hitam yang tipis.
Kita mendapatkan bahwa sebuah interferensi konstruktif (penguatan) terjadi di titik – titik dimana selisih lintasan d sin teta adalah kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang, mλ, dimana m = 0,+ 1,+ 2, +3,…. Maka daerah terang pada layar itu terjadi pada sudut teta dimana

d sin θ = mλ                (m = 0, +1, + 2, + 3……)..(7)
(interferensi kontruktif, dua celah)
Secara sederhana, interferensi destruktif terjadi, membentuk daerah gelap pada layar pada titik dimana perbedaan lintasannya adalah sebesar bilangan setengah bulat dari panjang gelombang, (m + ½)λ.
d sin θ = (m + ½)λ      (m = 0, +1, + 2, + 3……)…(8)
(interferensi destruktif, dua celah).
Jadi, pola pada layar di gambar 4.1a dab 4.1b adalah sebuah urutan dari pita terang dan pita gelap, atau pita – pita interferensi, yang parallel dengan celah S1 dan S2. Sebuah potret pola seperti itu diperlihatkan oleh gambar 4.2. Pusat pola itu adalah sebuah pita terang yang bersesuaian dengan m = 0 dalam persamaan (7); titik pada layar itu berjarak sama dari kesua celah tersebut.
Kita dapat menurunkan sebuah pernyataan untuk posisi dari pusat pita – pita terang pada layar itu. Pada gambar (4.1b), y di ukur dari pusat pola itu, yang bersesuaian dengan jarak dari pusat gambar 4.2. Misalkan ym adalah jarak dari pusat pola itu ( = 0) ke pusat pita terang yang ke-m. Misalkan θm adalah sangat kecil, tan θadalah nilai yang bersangkutan dengan θ adalah sangat hampir sama dengan sin θm , dan
ym = R tan θm…(9)
 dalam eksperimen seperti ini, jarak ym seringkali jauh lebih kecil daripadanjarak R dari celah – clah itu ke layar tersebut. Maka θadalah sangat kecil, tan θadalah sangat hampir sama dengan sin θm, dan
ym = R sin θm…(10)
menggabungkannya dengan persamaan (3.1), kita dapatkan bahwa hanya untuk sudut kecil

ym = R mλ/d …(11)
(interferensi konstruktif dalam eksperimen Young).
Kita dapat mengukur R dan d, dan juga posisi ym dari pota – pita terang itu, sehingga eksperimen ini menyediakan sebuah pengukuran langsung pertama dari panjang gelombang λ. Ternyata, eksperimen young adalah pengukuran langsung pertama dari panjang gelombang cahaya.
Jarak antara pita – pita terang yang berdekatan dalam pola itu berbanding terbalik dengan jarak d diantara celah – celah itu. Semakin berdekatan celah – celah itu, semakin tersebar pula pola tersebut. Bila celah – celah itu terpisah jauh, maka pita – pita dalam pola itu akan lebih dekat satu sama lain. Walaupun sudah dijelaskan bahwa eksperimen yang dilakukan oleh Young tersebut menggunakan cahaya tampak, namun hasil – hasil yang diberikan dalam persamaan (4.1) dan (4.2) berlaku untuk sebarang jenis gelombang, asalkan gelombang resultan dari dua sumber koheren dideteksi di sebuah titik yang sangat jauh dibandingkan dengan pemisahan.[8]

a)      Intensitas Dalam Percobaan Young.
Misal komponen listrik kdua gelombang dalam Gambar 2.1 dititik P berubah-ubah terhadap waktu menurut
dengan ω = 2πv dengan frekuensi sudut kedua gelombang dan ϕ adalah beda fase antara keduanya. Perlu diingat bahwa ϕ bergantung kepada letak titik P.[9]
Untuk suatu keadaan geometri tertentu letak titik ini ditentukan oleh sudut θ. Dianggap bahwa celah tersebut sangatlah sempit cahaya yang didifraksikan oleh masing-masing celah menerangi bagian tengah layar secara merata. Hal ini berati bahwa didekat bagian tengah layar E0 tidak bergantung kepada posisi P, jadi tidak bergantung kepada sudut θ.
Resultan gangguan gelombang di P dapat diperoleh dari.

Amplitudo terbesar yang mungkin untuk  E0, yaitu Em, sama dengan dua kali amplitudo masing-masing gelombang =(2E0), yaitu bersesuaian dengan keadaan yang saling menguatkan sepenuhnya. Persamaan 15 perlu dikaji baik-baik; amplitudo gangguan gelombang resultan, yaitu E0, sangatlah bergantung kepada harga θ, yaitu letak titik P.
Intensitas gelombang I, mungkin dinyatakan dalam watt/meter2, adalah sebanding dengan kuadrat dari amplitudo. Bila kita tunda dahulu konstanta perbandingannya, maka intensitas gelombang resultaan dapat dituliskan sebagai
                                                 Iθ =Eθ(16)
Hubungan ini nampaknya cukup beralasan mengingat bahwa rapat energi medan listrik sebanding dengan kuadrat dari kuat medan listrik, yang berlaku baik untuk emdan listrik yang berubah dengan kuadrat dengan cepat, seperti dalam cahaya, maupn untuk medan statik.
Perbandingan intiensitas antara dua gelombang cahaya sama dengan perbandingan kuadrat amplitudo kuat medan listriknya. Jika Iθ adalah intensitas gelombang resultan dititik P dan I adalah intensitas yang dihasilkan oleh sebuah gelombang saja, maka [10]
Gabungkan persamaan ini dengan persamaan 

Jadi intensitas gelombang resultan dititik P berkisar antara nol (yaitu untuk titik yang memiliki, katakanlah, ϕ(=2β)=π sampai dengan Im, yang besarnya empat kali intensitas I masing-masing gelombang, [yaitu untuk titik dengan, katakanlah, ϕ(=2β)= 0 . Iθ dapat dihitung fungsi θ.
Beda fase ϕ dalam persamaan E2 = E0 sin(ωt+ϕ) berkaitan dengan lintasan S1b dalam gambar 2.1 atau 4.1.a.

Gambar 4.1.a

Jika S1b adalah 1/2 λ akan sama dengan π , jika S1b adalah λ, maka ϕ sama dengan 2π dan seterusnya. Hal ini memberi petunjuk bahwa
Atau akhirnya, dengan menggunakan persamaan β = ½ ϕ, diperoleh
Pernyataan untuk β ini dapat disubstitusikan kedalam persamaan 18 untuk Iθ dinyatakan sebagai fungsi θ. Ada baiknya kita daftarkan kembali pernyataan untuk amplitudo dan intensitas dalam persoalan interferensi dengan dua celah ini, yaitu

Untuk memperoleh letak titik-titik dengan intensitas maksimum, kita ambil


Letak intensitas minimum dapat diperoleh dengan mengambil

Gambar 4.2.a menunjukan pola intensitas untuk interferensi dua celah

Gambar 4.2.a Pola intensitas untuk interferensi dua celah. Anak panah tabel pada puncak sentral menunjukkan setengah lebar puncak. Gambar ini dibentuk berdasarkan anggapan bahwa dua gelombang yang berinterferensi masing-masing menyinari bagian tengah layar secara merata, maksudnya, I0 tidak bergantung kepada posisi ditunjukkan pada gambar.
Garis penuh mendatar menyatakan I0, yang menggambarkan pola intensitas (yang merata) pada layar jika salah satu celah ditutup. Jika kedua sumber inkoheren, intensitas resultan pada layar akan merata sebesar 2I0; lihat garis putus-putus meatar dalam Gambar 4.2.a. Untuk sumber-sumber yang koheren dapat diharapkan hanya terjadi penyusupan kembali penyebaran intensitas pada layar, karena energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan oleh proses interferensi. Jadi rata-ratadari intensitas pola interfernsi harus tetap 2I0 seperti pada sumber inkoheren, hal ini tampak dengan mudah bila diingat bahwa Im=4I0 dan bahwa rata-rata dari cosinus kuadrat (atau sinus kuadrat) untuk tiap setengah putaran adalah setengah.[12]
2.      Interferensi Selaput Tipis
Warna-warni yang tampak pada gelembung sabun, lapisan tipis minyak dan selaput tipis lainnya adalah akibat adanya peristiwa interferensi. Gambar 4.2.1 memperlihatkan gejala interferensi pada selaput tipis air-sabun yang diletakkan vertikal dan disinari—oleh cahaya monokhroamatik.[13]

 Gambar 4.2.1
Gelombang cahaya di refleksikan dari permukaan – permukaan yang berlawanan dari film tipis seperti itu, dan interferensi konstruktif diantara kedua gelombang yang direfleksikan itu (dengan panjang lintasan yang berbeda) terjadi di tempat yang berbeda untuk panjang gelombang yang berbeda.

gambar 4.2.2

Gambar 4.2.2

Cahaya yang menyinari permukaan sebelah atas dari sebuah film tipis dengan tebal t sebagian direfleksikan di permukaan sebelah atas (lintasan abc). Cahaya yang di transmisikan melalui permukaan sebelah atas sebagian direfleksikan di permukaan sebelah bawah (lintasan abdef). Kedua gelombang yang di refleksikan itu berkumpul di titik P pada retina mata. Kedua gelombang itu dapat secara konstruktif atau secara destruktif, tergantung dari hubungan fasa itu. Warna – warna yang berbeda mempunyai panjang gelombang yang berbeda pula, sehingga interferensi itu dapat konstruktif untuk beberapa warna dan destruktif untuk warna lainnya. Bentuk – bentuk yang rumit dari cincin – cincin berwarna dalam gambar 4.2.3 dihasilkan dari perubahan ketebalan film minyak itu. Gambar 4.2.3

Gambar 4.2.4
Memperlihatkan dua pelat kaca yang dipisahkan oleh sebuah lapisan tipis, atau film udara. Dalam kasus tersebut kedua gelombang yang direfleksikan pada garis persentuhan itu berbeda fasa setengah sklus walaupun  kedua gelombang itu mempunyai panjang lintasan yang sama.
            Ternyata pergeseran fasa ini dapat diramalkan dari persamaan Maxwell dan sifat elektromagnetik dari cahaya. Misalnya sebuah gelombang cahaya dengan amplitudo medan listrik Ei berjalan dalam sebuah material optic dengan indeks refraksi na. Gelombang cahaya itu menumbuk, dalam arah masuk normal, sebuah antarmuka dengan material optis lain dengan indeks refraksi nb. Amplitudo Er dari gelombang yang direfleksikan dari antarmuka itu sebanding dengan amplitudo Ei dari gelombang yang masuk dan diberikan oleh,


Hasil ini memperlihatkan bahwa amplitudo masuk dan amplitudo yang direfleksikan mempunyai tanda sama bila na lebih besar dari nb dan berlawanan tanda bila nb lebih besar dari na, kita dapat membedakan tiga kasus, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4.2.5.

Gambar 4.2.5
Untuk gelombang yang direfleksikan dari permukaan sebelah atas lapisan udara, na (kaca) lebih besar dari nb, sehingga gelombang ini mempunyai pergeseran fasa sebesar nol. Untuk gelombang yang direfleksikan dari permukaan sebelah bawah, na (udara) lebih kecil daripada nb (kaca), sehingga gelombang yang direfleksikan dari garis persentuhan tidak mempunyai selisih lintasan untuk memberikan pergeseran fasa tambahan dan gelombang – gelombang itu berinterferensi secara deskruktif.
            Jika film itu mempunyai tebal t, cahaya masuk dalam arah normal dan dengan panjang gelombang λ dalam film itu; jika tidak ada satu pun dari gelombang – gelombang itu atau jika kedua gelombang yang direfleksikan dari kedua permukaan itu mempunyai pergeseran fasa refleksi sebesar setengah siklus, maka syarat untuk interferensi konstruktif adalah:
2t = mλ (m = 0, 1, 2,…)
(refleksi konstruktif dari film tipis, tidak ada pergeseran fasa relative)
Akan tetapi,  bila satu dari kedua gelombang itu mempunyai pergeseran fasa refleksi sebesar setengah siklus, persamaan ini adalah syarat untuk interferensi destruktif.
Demikian juga, jika tidak satupun dari gelombang – gelombang atau jika keduanya mempunyai pergeseran fasa setengan siklus, maka syarat untuk interferensi destruktif dalam gelombang – gelombang yang direfleksikan itu adalah
2t = λ                        (m = 0, 1, 2,..)
(refleksi destruktif dari film tipis, tidak ada pergeseran fasa relative)
Akan tetapi jika satu gelombang mempunyai pergeseran fasa setengah siklus, maka inilah syarat untuk interferensi konstruktif.[14]

3.      Cincin Newton
Jika permukaan cembung sebuah lensa diletakkan menempel di atas bidang datar sebuah pelat gelas, seperti dalam gambar 4.3.1, maka terbentuklah sebuah lapisan udara tipis antata kedua permukaan itu.

Gambar 4.3.1
Tebal lapisan udara ini sangat kecil di titik kontak antara lensa dan pelat gelas itu, makin keluar berangsur-angsur tebalnya bertambah. Tempat kedudukan titik-titik dengan tebal yang sama ialah lingkaran-lingkaran yang sepusat dengan titik kontak. Lapisan yang demikian dipergunakan untuk memperlihatkan warna-warna interferensi, yang dihasilkan dengan cara yang sama seperti warna-warna dalam lapisan tipis sabun. Pita-pita interferensi adalah berbentuk lingkaran, yang sepusat dengan titik kontak. Bila dilihat dari cahaya pantul. Pusat pola itu adalah hitam, seperti halnya lapisan tipis sabun. Dapat dicatat  bahwa dalam hal ini tidak ada pembalikan fase cahaya pantul dari permukaan lapisan atas. (Yang mempunyai index bias lebih kecil dari pada medium tpay cahaya itu merambat selebum dipantulkan), tapi fase gelombang yang dipantulkan dari permukaan bawah dibalikkan. Bila dilihat dari cahaya yang dihantarkan maka pusat pola adalah terang. Jika dipakai cahaya putih maka warna cahaya yang dipantulkan dari lapisan itu pada suatu titik adalah komponen terhadap warna yang diteruskan.[15]
 Warna – warna yang tampak dan dapat dilihat disebut cincin – cincin. Cincin – cincin ini telah dipelajari oleh Newton dan dinamakan cincin Newton.  Bila memandang susunan itu melalui cahaya yang direfleksikan, maka pusat pola itu kelihatan berwarna hitam.
Gambar 4.3.1 adalah sebuah potret  yang dibuat selama pengasahan sebuah lensa objektif teleskop. Cakram yang lebih tebal disebelah bawah yang berdiameter lebih besar, adalah cakram induk yang dibentuk secara benar, dan cakram yang lebih kecil di sebelah atas adalah lensa yang sedang di uji. “garis = garis bentuk (counter line)” itu adalah pita – pita interferensi Newton; setiap pita itu menunjukkan sebuah jarak tambahan diantara bahan contoh dan induk  sebesar setengah panjang gelombang. Pada 10 garis dari noda pusat, jarak antara kedua permukaan itu adalah 5 panjang gelombang, atau kira – kira 0,003 mm. Ini belum dikatakan sangat baik; lensa berkualitas tinggi diasah secara rutin dengan ketelitian sebesar kurang dari satu panjang gelombang.[16]















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Interferensi cahaya merupakan interaksi dua atau lebih gelombang cahaya yang menghasilkan suatu radiasi yang menyimpang dari jumlah masing-masing komponen radiasi gelombangnya. Atau dapat dikatakan sebagai perpaduan dari dua gelombang cahaya yang datang bersama di suatu tempat.  Interferensi cahaya menghasilkan suatu pola interferensi (terang-gelap).
2.      Pola interferensi yang dihasilkan oleh dua sumber gelombang air koheren yang panjang gelombangnya sama dengan mudah dapat dilihat dalam sebuah tangki reaksi dengan sebuah lapisan air dangkal.
3.      Interferensi destruktif terjadi, membentuk daerah gelap pada layar pada titik dimana perbedaan lintasannya adalah sebesar bilangan setengah bulat dari panjang gelombang.
4.      Interferensi konstruktif (penguatan) terjadi di titik – titik dimana selisih lintasan d sin teta adalah kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang.
5.      Intensitas gelombang I, mungkin dinyatakan dalam watt/meter2, adalah sebanding dengan kuadrat dari amplitudo.
6.      Gelombang yang direfleksikan dari permukaan sebelah atas lapisan udara, na (kaca) lebih besar dari nb, sehingga gelombang ini mempunyai pergeseran fasa sebesar nol. Untuk gelombang yang direfleksikan dari permukaan sebelah bawah, na (udara) lebih kecil daripada nb (kaca), sehingga gelombang yang direfleksikan dari garis persentuhan tidak mempunyai selisih lintasan untuk memberikan pergeseran fasa tambahan dan gelombang – gelombang itu berinterferensi secara deskruktif
7.      Warna – warna yang tampak dan dapat dilihat dinamakan cincin Newton.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah  makalah ini kami buat. Tentunya masih banyak kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, kritik dan saran kami butuhkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Kami ucapkan terimakasih dan mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.





















DARTAR PUSTAKA


Haliday, David.1978. Fisika Edisi ke 3 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. 2004. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta
Sears, Francis Weaston dan Mark W zemanasky. 1962. Fisika untuk Universitas III”. Jakarta: Binacipta
http://phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/BAB4-INTERFERENSI-CAHAYA.pdf




[1] http://phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/BAB4-INTERFERENSI-CAHAYA.pdf
[2] Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. 2004.  Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta. Hal 587
[3] Sears, Francis Weaston dan Mark W zemanasky. 1962,  Fisika untuk Universitas III”. Jakarta.. Hal 852
[4] Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. 2004 Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta.. Hal 588
[5] Sears, Francis Weaston dan Mark W zemanasky. 1962 Fisika untuk Universitas III”. Jakarta.. Hal 859-863
[6] David Haliday.1978. Fisika Edisi ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:695
[7] Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta. 2004. Hal 588- 591
[8] Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta. 2004. Hal 591-593
[9]David Haliday.1978. Fisika Edisi ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:699
[10]David Haliday.1978. Fisika Edisi ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:700
[11]David Haliday.1978. Fisika Edisi ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:701
[12] David Haliday.1978. Fisika Edisi ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:705
[13] Ibid. hal:706
[14] Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta. 2004. Hal 598-600
[15] Sears, Francis Weaston dan Mark W zemanasky. Fisika untuk Universitas III”. Jakarta.1962. Hal 862-863
[16] Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta. 2004. Hal 602-603