BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Interferensi
Interferensi cahaya merupakan interaksi
dua atau lebih gelombang cahaya yang menghasilkan suatu radiasi yang menyimpang
dari jumlah masing-masing komponen radiasi gelombangnya. Atau dapat dikatakan sebagai
perpaduan dari dua gelombang cahaya
yang datang bersama di suatu tempat. Interferensi cahaya menghasilkan suatu pola
interferensi (terang-gelap).[1]
Interferensi (interference) mengacu pada setiap situasi
dimana dua atau lebih gelombang tumpang tindih dalam ruang. Bila ini terjadi,
gelombang total di sembarang titik pada sembarang saat ditentukan oleh prinsip
superposisi (principle of superposition).[2]
Prinsip superposisi menyatakan bahwa pemindahan resultan pada setiap titik dan
setiap saat, dapat diperoleh dengan menambah waktu pemindahan yang akan
dihasilkan oleh masing – masing rentetan gelombang yang dititik itu.[3]
Kasus inteferensi yang penting, dimana dua gelombang yang
identik yang merambat pada arah – arah berlawanan bergabung untuk menghasilkan
sebuah gelombang berdiri. Gelombang cahaya dapat (dan memang) berjalan dalam
dua atau tiga dimensi, seperti yang dapat dilakukan oleh sebarang macam
gelombang yang merambat dalam sebuah medium berdimensi dua atau berdimensi
tiga.
Efek interferensi paling mudah dilihat bila kita
menggabungkan gelombang – gelombang sinusoidal dengan frekuensi tunggal f dan
panjang gelombang λ.
Dalam optika, gelombang sinusoidal adalah karakteristik dari cahaya
monokromatik (cahaya tunggal).[4]
B.
Syarat – syarat interferensi
1. Perbedaan
dan Kehoresi fase
Apabila dua gelombang
harmonik yang berfrekuensi dan panjang gelombang sama tetapi berbeda fase
bergabung, gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang harmonik yang
amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan fase 0 atau
bilangan bulat kelipatan 360°, gelombang akan sefase dan berinterferensi secara
saling menguatkan. Amplitudonya sama dengan penjumlahan amplitudo
masing-masing, dan intensitasnya (yang sebanding dengan kuadrat amplitudo) akan
maksimum.
Jika perbedaan fasenya 180° (π radian) atau
bilangan ganjil kali 180°, gelombangnya akan berbeda fase dan berinterferensi
secara saling melemahkan. Amplitudo yang dihasilkan dengan demikian merupakan
perbedaan amplitudo masing-masing, dan intesitasnya menjadi minimum. Jika
amplitudonya sama, intensitas maksimum sama dengan 4 kali intensitas sumbernya
dan intensitas minimum sama dengan nol.
Perbedaan fase antara dua
gelombang sering disebabkan oleh perbedaan panjang lintasan yang ditempuh oleh
kedua gelombang. Perbedaan lintasan satu panjang gelombang menghasilkan
perbedaan fase 360°, yang ekuivalen dengan tidak ada perbedaan fase sama
sekali. Perbedaan lintasan setengah panjang gelombang menghasilkan perbedaan
fase 180°. Umumnya, perbedaan lintasan yang sama dengan ∆r menyumbang suatu
perbedaan fase δ yang diberikan oleh:
δ = ∆r 2 π / λ = ∆r 360°/λ…..(1)
Interferensi
gelombang dari dua sumber tidak teramati kecuali sumbernya koheren, yakni
kecuali perbedaan fase diantara gelombang konstan terhadap waktu. Karena berkas
cahaya pada umumnya adalah hasil dari jutaan atom yang memancar secara bebas,
dua sumber cahaya bisanya tidak koheren. Memang, perbedaan fase antara
gelombamg dari sumber demikian berfluktuasi secara acak beberapa kali perdetik.
Koherensi dalam optik sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal
menjadi dia berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk
menghasilkan pola interferensi.[5]
Analisa
penurunan persamaan
menunjukkan
bahwa persyaratan dasar adanya garis-garis interferensi yang pasti pada layar C dalam gambar 2.1, 6 adalah bahwa
gelombang cahaya yang merambat dari dan ke sembarangan titik P pada layar haruslah memiliki beda-fase ϕ yang jelas dan tetap konstan
terhadap waktu. Jika syarat ini dipenuhi, maka akan diperoleh pola garis
interferensi yang baik dan stabil. Pada titik-titik P tertentu, ϕ dapat memiliki harga dengan n=1,3,5 ..., yang tidak bergantung
kepada waktu, sehingga intensitas resultan akan tepat sama dengan nol dan akan
tetap demikian sepanjang waktu pengamatan. Pada titik-titik yang lain, ϕ dapat
memiliki harga dengan n=0,2,4... dan intensitas resultan akan
maksimum. Dalam keadaan-keadaan ini kedua berkas yang keluar dari celah dan disebut
dalam keadaan koheren sepenuhnya.
Gambar 2.1
Gambar 2.1 Sinar dari S1 dan
S2 bergabung di P. Muka gelombang cahaya yang jatuh pada layar B
dianggap sejajar. Sesungguhnya, D ˃˃ d, pada gambar keadaan ini diubah supaya
lebih jelas. Titik tengah celah dinyatakan dengan a.
Misalkan sumber dalam
Gambar 2.1 disingkirkan dan celah dan digantikan dengan dua buah sumber cahaya yang
satu denganlainnya tidak berhubungan sama sekali, misalnya dengan dua kawat pijar
kecil yang diletakkan berdampingan dan diselubungin oleh tabung kaca. Tidak ada
garis-garis interferensi yang muncul pada layar C, yang tampak hanyalah terang yang hampir merata. Hal ini dapat
dijelaskan bila dianggap bahwa untuk dua sumber cahaya yang sama sekali tidak
berhubungan, beda fase dari kedua berkas yang tiba di P akan berubah-ubah terhadap waktu secara acak. Pada suatu saat
berikutnya (barangkali 10-8 detik kemudian) dapat terjadi penguatan.
Sifat beda fase yang berubah-ubah secara acak ini terjadi pada setiap titik
pada layar C, sehinggahasil yang
nampak adalah terang yang merata pada layar. Intensitas pada setiap titik sama
dengan jumlah intensitas yang diberikan oleh jumlah dan pada titik tersebut secara terpisah. Dalam
keadaan ini kedua berkas yang keluar dari dan dikatakan
bersifat inkoheren (tidak koheren)
sepenuhnya.
Intensitas untuk
berkas-berkas cahaya koheren dapat
diperoleh dengan (1) menjumlahkan ampitudo masing-masing gelombang secara
vektor dengan memperhitungkan beda fase (konstan) didalamnya, dan kemudian (2)
menguadratkan amplitudo resultannya; hasil ini sebanding dengan intensitas
resultan. Sebaliknya, unntuk berkas-berkas yang sama sekali koheren, (1) masing-masing amplitudo
dikuadratkan dahulu dan diperoleh besaran yang sebanding dengan intensitas
masing-masing berkas, baru kemudian (2) intensitas masing-masing berkas
dijumlahkan untuk memperoleh intensitas resultan.[6]
C. Interferensi
konstruktif dan destruktif
Dua sumber identik dari gelombang
monokromatik S1 dan S2, diperlihatkan dalam gambar 3.1a.
Gambar 3.1
Kedua sumber itu menghasilkan
gelombang – gelombang yang amplitudonya sama dan panjang gelombang λ yang sama. Tambahan
lagi, kedua sumber itu sefasa secara permanen, kedua sumber itu bergerak
serentak. Kedua sumber dapat berupa dua pengaduk yang disinkronkan dalam sebuah
tangki rekasi, dan pengeras suara yang dijalankan oleh penguat sama, dua antena
radio yang diperkuat oleh pemancar yang sama, atau dua lubang atau celah kecil
dalam sebuah layar yang tak tembus cahaya, yang disinari oleh sumber cahaya
monokromatik yang sama.
Dua seumber monokromatik yang
frekuensinya sama dan dengan sebarang hubungan fasa konstan yang tertentu,
(tidak perlu sefasa) dikatakan koheren. Umumnya, bila gelombang dari dua atau
lebih sumber tiba sefase disebuah titik, maka amplitude gelombang resultan
adalah jumlah dari amplitude gelombang – gelombang individu. Gelombang – gelombang
individu itu saling memperkuat. Ini dinamakan interferensi konstruktif (gambar
3.1b).
Misalnya jarak dari S1
ke sebarang titik P adalah r1, dan misalnya jarak dari S2
ke P adalah r2. Supaya interferensi konstruktif terjadi di P, selisih lintasan r2 – r1,
untuk kedua sumber itu harus merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang λ.
r2 – r1
= mλ (m = 0,+ 1, + 2, + 3……)…(4)
(interferensi konstruktif, dua
celah)
Dalam gambar 3.1a, titik a dan
titik b memenuhi persamaan (4) berturut – turut dengan m = 0 dan m n= +2.
Sesuatu yang berlainan terjadi di titik c dalam gambar 3.1a. Di titik ini,
selisih lintasan r2 – r1 = -2,5λ, yang merupakan bilangan setengah bulat dari
panjang gelombang. Gelombang – gelombang dari kedua sumber itu tiba di titik c
persis berbeda fasa sebanyak setengah siklus. Sebuah puncak dari satu gelombang
tiba pada waktu yang sama seeperti sebuah puncak dalam arah berlawanan (sebuah
“lembah”) dari gelombang lainnya (gambar 3.1c). Amplitude resultan itu adalah
selisih diantara kedua amplitude individu tersebut. Jika amplituod – amplitude
individu itu sama, maka amplitude total ini adalah nol. Keadaan saling
meniadakan atau saling meniadakan parsial dari gelombang – gelombang individu
itu dinamakan interferensi deskruktif.
Syarat untuk interferensi destruktif dalam
situasi seperti yang diperlihatkan dalam gambar 3.1a adalah
r2 – r1 = = (m + ½)λ (m = 0, + 1, + 2, +3……) (5)
(interferensi destruktif, sumber – sumber
sefasa)
Selisih lintasan di titik c pada gambar 3.1a
memenuhi persamaan (5) dengan m = -3. Gambar 3.2 memperlihatkan situasi yang
sama seperti gambar 3.1a, tetapi dengan kurva berwarna merah yang menyatakan
semua titik pada mana terjadi interferensi konstruktif. Pada setiap kurva,
selisih lintasan r2 – r1 sama dengan bilangan bulat m
kali panjang gelombang. Kurva – kurva ini dinamakan kurva – kurva titik perut.
Kurva – kurva ini secara langsung dianalogikan dari titik – titik perut dalam
gelombang berdiri. Dalam sebuah gelombang berdiri yang dibentuk oleh
interferensi antara gelombang – gelombang yang merambat dalam arah – arah yang
berlawanan, titik – titik perut dimana amplitudonya itu maksimum’ serupa
halnya, amplitudo gelombang dalam situasi dari gambar 3.2 adalah maksimum
sepanjang kurva titik perut.
Gambar 3.2
Yang tidak diperlihatkan dalam
gambar 3.2 adalah kurva – kurva titik simpul, yang merupakan kurva – kurva yang
menyatakan titik – titik pada mana terjadi interferensi desktruktif. Kurva –
kurva ini dianalogikan dari titik – titik simpul dalam sebuah pola gelombang
berdiri. Sebuah kurva titik simpul terletak di antara setiap dua kurva titik
perut yang berdekatan dalam gambar 3.2 satu kurva seperti itu, yang bersesuaian
dengan r2 – r1 = -2,5λ, lewat melalui titik c. Dalam beberapa kasus,
seperti dua pengeras suara atau dua antenna pemancar radio, pola interferensi
itu berdimensi tiga.[7]
D.
Fenomena Interferensi
1.
Interferensi Celah
Ganda
Pola interferensi yang dihasilkan
oleh dua sumber gelombang air koheren yang panjang gelombangnya sama dengan
mudah dapat dilihat dalam sebuah tangki reaksi dengan sebuah lapisan air
dangkal. Pola ini tidak tampak secara langsung bila inteferensi terjadi di
antara gelombang – gelombang cahaya, karena cahaya yang berjalan dalam sebuah
medium homogen tidak dapat dilihat.
Salah satu eksperimen kuantitatif
yang paling awal yaitu untuk mengungkapkan interferensi cahaya dari dua sumber
dilakukan pada tahun 1800 oleh ilmuwan Inggris Thomas Young.
Gambar 4.1
(Gambar 4.1) Sebuah sumber cahaya (yang tidak
diperlihatkan) memancarkan cahaya monokromatik, akan tetapi, cahaya ini tidak
sesuai untuk digunakan dalam sebuah eksperimen interferensi karena pancaran
dari bagian – bagian yang berbeda dari sebuah sumber biasa tidak disinkronkan.
Untuk mengatasi hal ini, cahaya itu diarahkan pada sebuah layar dengan sebuah
celah sempit S0, yang lebarnya kurang lebih 1 μm. Cahaya yang muncul keluar
dari celah itu hanya berasal dari sebuah daerah kecil dari sumber cahaya
tersebut, jadi celah S0 berperilaku lebih mirip sumber ideal yang
diperlihatkan dalam gambar.
Cahaya dari celah S0
jatuh pada sebuah layar dengan dua buah celah sempit lain s1 dan s2,
yang lebarnya masing – masing kurang dari 1 μm dan beberapa puluh atau berapa ratus micrometer terpisah
satu sama lain. Muka – muka gelombang silinder menyebar keluar dari celah S0
dan mencapai celah S1 dan celah S2 dalam keadaan sefasa
karena muka – muka gelombang itu menempuh jarak yang sama dari So.
Gelombang yang muncul keluar dari celah S1 dan celah S2
adalah sumber – sumber koheren. Interferensi gelombang – gelombang dari S1
dan S2 menghasilkan sebuah pola dalam ruang yang menyerupai pola
kanan dari sumber.
Untuk melihat pola interferensi itu, sebuah layar
ditempatkan sedemikian rupa sehingga cahaya dari S1 dan S2
jatuh padanya (4.1b). Layar itu akan disinari paling terang di titik P, dimana
gelombang cahaya dari celah – celah itu berinterferensi destruktif.
Untuk menyederhanakan analisis eksperimen Young, kita
menganggap bahwa jarak R dari celah – celah ke layar itu begitu besar
dibandingkan dengan jarak d diantara celah – celah sehingga garis – garis dari
S1 dan S2 ke P sangat hampir parallel, seperti dalam
gambar 4.1c. Inilah kasus umum untuk eksperimen dengan cahaya, pemisahan celah
itu yang umum beberapa millimeter, sedangkan layar itu dapat berada sejauh satu
meter atau lebih. Maka selisih panjang lintasan itu diberikan oleh
r2
– r1 = d sin θ…(6)
dimana
θ adalah sudut diantara sebuah garis dari celah – celah ke layar dan garis
normal ke bidang celah – celah itu (yang diperlihatkan sebagai sebuah garis
hitam yang tipis.
Kita mendapatkan bahwa sebuah interferensi konstruktif
(penguatan) terjadi di titik – titik dimana selisih lintasan d sin teta adalah
kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang, mλ, dimana m = 0,+ 1,+ 2, +3,…. Maka daerah terang pada layar itu terjadi
pada sudut teta dimana
d
sin θ = mλ (m = 0, +1, + 2, + 3……)..(7)
(interferensi
kontruktif, dua celah)
Secara sederhana, interferensi destruktif terjadi, membentuk
daerah gelap pada layar pada titik dimana perbedaan lintasannya adalah sebesar
bilangan setengah bulat dari panjang gelombang, (m + ½)λ.
d
sin θ = (m + ½)λ (m = 0, +1, + 2, + 3……)…(8)
(interferensi
destruktif, dua celah).
Jadi, pola pada layar di gambar 4.1a dab 4.1b adalah sebuah
urutan dari pita terang dan pita gelap, atau pita – pita interferensi, yang
parallel dengan celah S1 dan S2. Sebuah potret pola
seperti itu diperlihatkan oleh gambar 4.2. Pusat pola itu adalah sebuah pita
terang yang bersesuaian dengan m = 0 dalam persamaan (7); titik pada layar itu
berjarak sama dari kesua celah tersebut.
Kita dapat menurunkan sebuah pernyataan untuk posisi dari
pusat pita – pita terang pada layar itu. Pada gambar (4.1b), y di ukur dari
pusat pola itu, yang bersesuaian dengan jarak dari pusat gambar 4.2. Misalkan ym
adalah jarak dari pusat pola itu ( = 0) ke pusat pita terang yang ke-m. Misalkan
θm adalah sangat kecil, tan θm
adalah nilai yang bersangkutan dengan θ adalah sangat
hampir sama dengan sin θm , dan
ym
= R tan θm…(9)
dalam eksperimen seperti ini, jarak ym
seringkali jauh lebih kecil daripadanjarak R dari celah – clah itu ke layar
tersebut. Maka θm adalah
sangat kecil, tan θm adalah
sangat hampir sama dengan sin θm, dan
ym
= R sin θm…(10)
menggabungkannya
dengan persamaan (3.1), kita dapatkan bahwa hanya untuk sudut kecil
ym = R mλ/d …(11)
(interferensi konstruktif dalam
eksperimen Young).
Kita
dapat mengukur R dan d, dan juga posisi ym dari pota – pita terang itu, sehingga
eksperimen ini menyediakan sebuah pengukuran langsung pertama dari panjang
gelombang λ. Ternyata, eksperimen young adalah pengukuran langsung pertama dari
panjang gelombang cahaya.
Jarak antara pita – pita terang yang berdekatan dalam pola
itu berbanding terbalik dengan jarak d diantara celah – celah itu. Semakin
berdekatan celah – celah itu, semakin tersebar pula pola tersebut. Bila celah –
celah itu terpisah jauh, maka pita – pita dalam pola itu akan lebih dekat satu
sama lain. Walaupun sudah dijelaskan bahwa eksperimen yang dilakukan oleh Young
tersebut menggunakan cahaya tampak, namun hasil – hasil yang diberikan dalam
persamaan (4.1) dan (4.2) berlaku untuk sebarang jenis gelombang, asalkan
gelombang resultan dari dua sumber koheren dideteksi di sebuah titik yang
sangat jauh dibandingkan dengan pemisahan.[8]
a) Intensitas
Dalam Percobaan Young.
Misal komponen listrik
kdua gelombang dalam Gambar 2.1 dititik P berubah-ubah terhadap waktu menurut
dengan ω =
2πv dengan frekuensi sudut kedua gelombang dan ϕ
adalah beda fase antara keduanya. Perlu diingat bahwa ϕ bergantung kepada letak
titik P.[9]
Untuk suatu keadaan
geometri tertentu letak titik ini ditentukan oleh sudut θ. Dianggap bahwa celah
tersebut sangatlah sempit cahaya yang didifraksikan oleh masing-masing celah
menerangi bagian tengah layar secara merata. Hal ini berati bahwa didekat
bagian tengah layar E0 tidak bergantung kepada posisi P, jadi tidak
bergantung kepada sudut θ.
Resultan
gangguan gelombang di P dapat diperoleh dari.
Amplitudo terbesar yang mungkin untuk E0, yaitu Em, sama dengan
dua kali amplitudo masing-masing gelombang =(2E0), yaitu
bersesuaian dengan keadaan yang saling menguatkan sepenuhnya. Persamaan 15 perlu dikaji baik-baik; amplitudo
gangguan gelombang resultan, yaitu E0, sangatlah
bergantung kepada harga θ, yaitu letak titik P.
Intensitas gelombang
I, mungkin dinyatakan dalam watt/meter2, adalah sebanding dengan
kuadrat dari amplitudo. Bila kita tunda dahulu konstanta perbandingannya, maka
intensitas gelombang resultaan dapat dituliskan sebagai
Iθ =Eθ2 (16)
Hubungan ini nampaknya
cukup beralasan mengingat bahwa rapat energi medan listrik sebanding dengan
kuadrat dari kuat medan listrik, yang berlaku baik untuk emdan listrik yang
berubah dengan kuadrat dengan cepat, seperti dalam cahaya, maupn untuk medan
statik.
Perbandingan intiensitas antara
dua gelombang cahaya sama dengan perbandingan kuadrat amplitudo kuat medan
listriknya. Jika Iθ adalah intensitas gelombang resultan dititik P
dan I adalah intensitas yang dihasilkan oleh sebuah
gelombang saja, maka [10]
Gabungkan
persamaan ini dengan persamaan
Jadi
intensitas gelombang resultan dititik P berkisar antara nol (yaitu untuk titik
yang memiliki, katakanlah, ϕ(=2β)=π sampai dengan Im, yang besarnya
empat kali intensitas I masing-masing gelombang, [yaitu untuk titik
dengan, katakanlah, ϕ(=2β)= 0 . Iθ dapat dihitung
fungsi θ.
Beda
fase ϕ dalam persamaan E2 = E0
sin(ωt+ϕ) berkaitan dengan lintasan S1b dalam gambar 2.1 atau 4.1.a.
Gambar 4.1.a
Jika S1b adalah 1/2 λ akan sama dengan π , jika S1b adalah λ, maka ϕ sama
dengan 2π dan seterusnya.
Hal ini memberi petunjuk bahwa
Atau
akhirnya, dengan menggunakan persamaan β =
½ ϕ, diperoleh
Pernyataan
untuk β ini dapat disubstitusikan kedalam persamaan 18 untuk Iθ dinyatakan sebagai
fungsi θ. Ada baiknya kita daftarkan kembali pernyataan untuk amplitudo dan
intensitas dalam persoalan interferensi dengan dua celah ini, yaitu
Untuk
memperoleh letak titik-titik dengan intensitas maksimum, kita ambil
Letak
intensitas minimum dapat diperoleh dengan mengambil
Gambar
4.2.a menunjukan pola intensitas untuk interferensi dua celah
Gambar 4.2.a
Pola intensitas untuk interferensi dua celah. Anak panah tabel pada puncak
sentral menunjukkan setengah lebar puncak. Gambar ini dibentuk berdasarkan
anggapan bahwa dua gelombang yang berinterferensi masing-masing menyinari
bagian tengah layar secara merata, maksudnya, I0 tidak bergantung
kepada posisi ditunjukkan pada gambar.
Garis
penuh mendatar menyatakan I0, yang menggambarkan pola intensitas
(yang merata) pada layar jika salah satu celah ditutup. Jika kedua sumber
inkoheren, intensitas resultan pada layar akan merata sebesar 2I0;
lihat garis putus-putus meatar dalam Gambar 4.2.a.
Untuk sumber-sumber yang koheren dapat diharapkan hanya terjadi penyusupan
kembali penyebaran intensitas pada layar, karena energi tidak dapat diciptakan
atau dimusnahkan oleh proses interferensi. Jadi rata-ratadari intensitas pola
interfernsi harus tetap 2I0 seperti pada sumber inkoheren, hal ini
tampak dengan mudah bila diingat bahwa Im=4I0 dan bahwa
rata-rata dari cosinus kuadrat (atau sinus kuadrat) untuk tiap setengah putaran
adalah setengah.[12]
2.
Interferensi
Selaput Tipis
Warna-warni
yang tampak pada gelembung sabun, lapisan tipis minyak dan selaput tipis
lainnya adalah akibat adanya peristiwa interferensi. Gambar 4.2.1
memperlihatkan gejala interferensi pada selaput tipis air-sabun yang diletakkan
vertikal dan disinari—oleh cahaya monokhroamatik.[13]
Gambar 4.2.1
Gelombang
cahaya di refleksikan dari permukaan – permukaan yang berlawanan dari film
tipis seperti itu, dan interferensi konstruktif diantara kedua gelombang yang
direfleksikan itu (dengan panjang lintasan yang berbeda) terjadi di tempat yang
berbeda untuk panjang gelombang yang berbeda.
gambar
4.2.2
Gambar 4.2.2
Cahaya
yang menyinari permukaan sebelah atas dari sebuah film tipis dengan tebal t
sebagian direfleksikan di permukaan sebelah atas (lintasan abc). Cahaya yang di
transmisikan melalui permukaan sebelah atas sebagian direfleksikan di permukaan
sebelah bawah (lintasan abdef). Kedua gelombang yang di refleksikan itu
berkumpul di titik P pada retina mata. Kedua gelombang itu dapat secara
konstruktif atau secara destruktif, tergantung dari hubungan fasa itu. Warna –
warna yang berbeda mempunyai panjang gelombang yang berbeda pula, sehingga
interferensi itu dapat konstruktif untuk beberapa warna dan destruktif untuk
warna lainnya. Bentuk – bentuk yang rumit dari cincin – cincin berwarna dalam
gambar 4.2.3 dihasilkan dari perubahan ketebalan
film minyak itu. Gambar 4.2.3
Gambar 4.2.4
Memperlihatkan
dua pelat kaca yang dipisahkan oleh sebuah lapisan tipis, atau film udara.
Dalam kasus tersebut kedua gelombang yang direfleksikan pada garis persentuhan
itu berbeda fasa setengah sklus walaupun
kedua gelombang itu mempunyai panjang lintasan yang sama.
Ternyata pergeseran fasa ini dapat
diramalkan dari persamaan Maxwell dan sifat elektromagnetik dari cahaya. Misalnya
sebuah gelombang cahaya dengan amplitudo medan listrik Ei berjalan dalam sebuah
material optic dengan indeks refraksi na. Gelombang cahaya itu
menumbuk, dalam arah masuk normal, sebuah antarmuka dengan material optis lain
dengan indeks refraksi nb. Amplitudo Er dari gelombang yang direfleksikan dari
antarmuka itu sebanding dengan amplitudo Ei dari gelombang yang masuk dan
diberikan oleh,
Hasil ini
memperlihatkan bahwa amplitudo masuk dan amplitudo yang direfleksikan mempunyai
tanda sama bila na lebih besar dari nb dan berlawanan tanda bila nb lebih besar
dari na, kita dapat membedakan tiga kasus, seperti yang diperlihatkan dalam
gambar 4.2.5.
Gambar 4.2.5
Untuk
gelombang yang direfleksikan dari permukaan sebelah atas lapisan udara, na
(kaca) lebih besar dari nb, sehingga gelombang ini mempunyai pergeseran fasa
sebesar nol. Untuk gelombang yang direfleksikan dari permukaan sebelah bawah,
na (udara) lebih kecil daripada nb (kaca), sehingga gelombang yang
direfleksikan dari garis persentuhan tidak mempunyai selisih lintasan untuk
memberikan pergeseran fasa tambahan dan gelombang – gelombang itu
berinterferensi secara deskruktif.
Jika film itu mempunyai tebal t,
cahaya masuk dalam arah normal dan dengan panjang gelombang λ dalam film itu; jika
tidak ada satu pun dari gelombang – gelombang itu atau jika kedua gelombang
yang direfleksikan dari kedua permukaan itu mempunyai pergeseran fasa refleksi
sebesar setengah siklus, maka syarat untuk interferensi konstruktif adalah:
2t = mλ (m = 0, 1, 2,…)
(refleksi konstruktif dari film tipis,
tidak ada pergeseran fasa relative)
Akan tetapi, bila satu dari kedua gelombang itu mempunyai
pergeseran fasa refleksi sebesar setengah siklus, persamaan ini adalah syarat
untuk interferensi destruktif.
Demikian
juga, jika tidak satupun dari gelombang – gelombang atau jika keduanya
mempunyai pergeseran fasa setengan siklus, maka syarat untuk interferensi
destruktif dalam gelombang – gelombang yang direfleksikan itu adalah
2t = λ (m = 0, 1, 2,..)
(refleksi
destruktif dari film tipis, tidak ada pergeseran fasa relative)
Akan tetapi jika satu gelombang
mempunyai pergeseran fasa setengah siklus, maka inilah syarat untuk
interferensi konstruktif.[14]
3.
Cincin
Newton
Jika permukaan cembung sebuah lensa diletakkan
menempel di atas bidang datar sebuah pelat gelas, seperti dalam gambar 4.3.1, maka terbentuklah sebuah lapisan udara
tipis antata kedua permukaan itu.
Gambar 4.3.1
Tebal lapisan udara ini
sangat kecil di titik kontak antara lensa dan pelat gelas itu, makin keluar
berangsur-angsur tebalnya bertambah. Tempat kedudukan titik-titik dengan tebal
yang sama ialah lingkaran-lingkaran yang sepusat dengan titik kontak. Lapisan
yang demikian dipergunakan untuk memperlihatkan warna-warna interferensi, yang
dihasilkan dengan cara yang sama seperti warna-warna dalam lapisan tipis sabun.
Pita-pita interferensi adalah berbentuk lingkaran, yang sepusat dengan titik
kontak. Bila dilihat dari cahaya pantul. Pusat pola itu adalah hitam, seperti
halnya lapisan tipis sabun. Dapat dicatat
bahwa dalam hal ini tidak ada pembalikan fase cahaya pantul dari
permukaan lapisan atas. (Yang mempunyai index bias lebih kecil dari pada medium
tpay cahaya itu merambat selebum dipantulkan), tapi fase gelombang yang dipantulkan
dari permukaan bawah dibalikkan. Bila dilihat dari cahaya yang dihantarkan maka
pusat pola adalah terang. Jika dipakai cahaya putih maka warna cahaya yang
dipantulkan dari lapisan itu pada suatu titik adalah komponen terhadap warna
yang diteruskan.[15]
Warna – warna yang tampak dan dapat dilihat
disebut cincin – cincin. Cincin – cincin ini telah dipelajari oleh Newton dan
dinamakan cincin Newton. Bila memandang
susunan itu melalui cahaya yang direfleksikan, maka pusat pola itu kelihatan
berwarna hitam.
Gambar
4.3.1 adalah sebuah potret yang dibuat
selama pengasahan sebuah lensa objektif teleskop. Cakram yang lebih tebal
disebelah bawah yang berdiameter lebih besar, adalah cakram induk yang dibentuk
secara benar, dan cakram yang lebih kecil di sebelah atas adalah lensa yang
sedang di uji. “garis = garis bentuk (counter line)” itu adalah pita – pita
interferensi Newton; setiap pita itu menunjukkan sebuah jarak tambahan diantara
bahan contoh dan induk sebesar setengah
panjang gelombang. Pada 10 garis dari noda pusat, jarak antara kedua permukaan
itu adalah 5 panjang gelombang, atau kira – kira 0,003 mm. Ini belum dikatakan
sangat baik; lensa berkualitas tinggi diasah secara rutin dengan ketelitian
sebesar kurang dari satu panjang gelombang.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Interferensi cahaya
merupakan interaksi dua atau lebih gelombang cahaya yang menghasilkan suatu
radiasi yang menyimpang dari jumlah masing-masing komponen radiasi
gelombangnya. Atau dapat dikatakan sebagai perpaduan dari dua gelombang cahaya yang datang
bersama di suatu tempat. Interferensi cahaya menghasilkan suatu pola
interferensi (terang-gelap).
2.
Pola interferensi yang dihasilkan oleh dua
sumber gelombang air koheren yang panjang gelombangnya sama dengan mudah dapat
dilihat dalam sebuah tangki reaksi dengan sebuah lapisan air dangkal.
3.
Interferensi
destruktif terjadi, membentuk daerah gelap pada layar pada titik dimana
perbedaan lintasannya adalah sebesar bilangan setengah bulat dari panjang
gelombang.
4.
Interferensi
konstruktif (penguatan) terjadi di titik – titik dimana selisih lintasan d sin
teta adalah kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang.
5.
Intensitas gelombang
I, mungkin dinyatakan dalam watt/meter2, adalah sebanding dengan
kuadrat dari amplitudo.
6.
Gelombang yang direfleksikan dari permukaan
sebelah atas lapisan udara, na (kaca) lebih besar dari nb, sehingga gelombang
ini mempunyai pergeseran fasa sebesar nol. Untuk gelombang yang direfleksikan
dari permukaan sebelah bawah, na (udara) lebih kecil daripada nb (kaca),
sehingga gelombang yang direfleksikan dari garis persentuhan tidak mempunyai
selisih lintasan untuk memberikan pergeseran fasa tambahan dan gelombang –
gelombang itu berinterferensi secara deskruktif
7.
Warna – warna yang tampak dan dapat dilihat
dinamakan cincin Newton.
B.
Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini kami buat. Tentunya masih banyak
kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, kritik dan saran kami butuhkan demi
kesempurnaan makalah selanjutnya. Kami ucapkan terimakasih dan mohon maaf
apabila masih banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
DARTAR PUSTAKA
Haliday,
David.1978. Fisika Edisi ke 3 Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. 2004. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta
Sears, Francis Weaston dan Mark W zemanasky. 1962. Fisika
untuk Universitas III”. Jakarta: Binacipta
http://phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/BAB4-INTERFERENSI-CAHAYA.pdf
[1] http://phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/BAB4-INTERFERENSI-CAHAYA.pdf
[2] Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. 2004. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2.
Jakarta. Hal 587
[3]
Sears, Francis Weaston dan Mark W zemanasky. 1962, Fisika untuk Universitas III”. Jakarta..
Hal 852
[4] Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. 2004 Fisika
Universitas edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta.. Hal 588
[5] Sears, Francis Weaston dan Mark W zemanasky. 1962
Fisika untuk Universitas III”. Jakarta.. Hal 859-863
[6] David Haliday.1978. Fisika Edisi
ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:695
[7] Hugh
D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid 2.
Jakarta. 2004. Hal 588- 591
[8]
Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid
2. Jakarta. 2004. Hal 591-593
[9]David Haliday.1978. Fisika Edisi
ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:699
[10]David Haliday.1978. Fisika Edisi
ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:700
[11]David Haliday.1978. Fisika Edisi
ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:701
[12] David Haliday.1978. Fisika
Edisi ke 3 Jilid 2. Penerbit: Erlangga. Jakarta. hal:705
[13] Ibid. hal:706
[14]
Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid
2. Jakarta. 2004. Hal 598-600
[15]
Sears, Francis Weaston dan Mark W zemanasky. Fisika untuk Universitas III”.
Jakarta.1962. Hal 862-863
[16]
Hugh D. Young dan Roger A. Freedman. Fisika Universitas edisi kesepuluh jilid
2. Jakarta. 2004. Hal 602-603
Tidak ada komentar:
Posting Komentar